Pemberontakan DI/ TII di Jawa Barat

Sebelumnya, telah dipaparkan tentang pemberontakan DI/ TII yang terjadi di Jawa Tengah. Pemberontakan yang dipimpin oleh Amir Fatah dan telah diproklamasikan di Brebes, Tegal. Pemberontakan ini juga bergabung dengan pemberontakan DI/ TII di Jawa Tengah.

Lalu bagaimana gambaran pemberontakan DI/ TII di Jawa Barat? Berikut ini akan dipaparkan tentang pemberontakan DI/ TII di Jawa Barat.


Bermula dari kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian Renville, Divisi Siliwangi harus melakukan hijrah ke pusat pemerintahan RI di daerah Yogyakarta. Pada saat itu, sebanyak 35.000 anggota Divisi Siliwangi ini terpaksa diangkut dengan kapal. Pengangkutan itu dimulai dari Cirebon ke Rembang, Jawa Tengah.

Sedangkan, pasukan yang melalui jalur darat kemudian dikumpulkan di Parujakan, Cirebon. Mereka selanjutnya, diangkut dengan kereta api ke Gembong menuju ke Yogyakarta. Namun, dalam kegiatan itu, pasukan – pasukan Hisbullah dan Fisabilillah tetap berada di Jawa Barat.

Pasukan yang dibawah pengaruh oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo ini tidak tunduk kepada perjanjian tersebut. Hal tersebut mengakibatkan, Jawa Barat mengalami kekosongan kekuatan pasukan republik.

Pasukan – pasukan Hisbullah dan Fisabilillah memanfaatkan kekosongan kekuasaan tersebut dengan menyusun struktur pertahanan yang merupakan cikal bakal tentang sebuah negara.

Kartosuwiryo memiliki cita – cita untuk mendirikan sebuah negara Islam di Indonesia tang terpisah dari RI. Gerakan yang dipimpin oleh Kartosuwiryo ini bernaung dalam sebuah organisasi yang dinamakan dengan Darul Islam yang disingkat DI.

DI kemudian, mendapat dukungan dari kalangan pemimpin politik Islam radikat dan pasukan Hisbullah dan Fisabilillah. Kemudian, sebagai persiapannya, pada bulan Februari 1948, Kartosuwiryo menyelenggarakan kongres Islam di Cisayong, Jawa Barat.

Isi kongres tersebut, yaitu
1.    Kartosuwiryo menjadi imam atau pemimpin tertinggi dari negara Islam Indonesia yang disingkat dengan NII.
2.    Pembentukan angkatan perang yang dinamakan dengan Tentara Islam Indonesia atau TII yang berintikan pasukan dari Sabilillah dan Hizbullah.
3.    Penetapan Undang – Undang NII, yaitu Qanun Asasy Negara Islam Indonesia.

Kemudian, pada tanggal 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia atau NII di desa Malangbong, Kabupaten Tasikmalaya. Gerakan tersebut dinamakan dengan Darul Islam (DI). Tentara pendukungnya dinamakan dengan Tentara Islam Indonesia (TII).

Hal tersebut yang menyebabkan gerakan separatis ini dinamakan dengan DI/ TII. Pengaruh dari gerakan ini, kemudian merembet ke daerah Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan. Di daerah tersebut mereka melakukan makar yang merugikan negara.

Lebih lanjut, ketika pasukan Divisi Siliwangi melakukan long march ke tempat asalnya yaitu di Jawa Barat. Pasukan Divisi tersebut dihadang oleh orang – orang DI/ TII. Akibatnya, pertempuran antara pasukan TNI dan DI/ TII tidak dapat dihindarkan.

Pertempuran pertama kali terjadi pada tanggal 25 Januari 1949, tepatnya di desa Antralina, Malangbong. Pihak republik mengalami cukup kesulitan untuk menumpas pemberontakan DI/ TII. Hal tersebut disebabkan oleh.

1.    Perhatian dari TNI terpecah, karena menghadapi dua musuh secara bersamaan, yaitu Belanda dan DI/ TII.
2.    Basis dari gerilya DI/ TII berada di daerah pegunungan.
3.    Pada awal pergerakan, DI/ TII mendapat bantuan dari rakyat yang telah dihasutnya.
4.    DI/ TII mendapat sokongan dana dari beberapa pemilik perkebunan Belanda dan tokoh negara Pasundan.

Sehingga, untuk menanggulangi aksi DI/ TII di Jawa Barat, pemerintah RI berusaha untuk melakukan pendekatan pribadi terhadap Kartosuwiryo. Pendekatan tersebut dilakukan oleh Mohammad Natsir, merupakan ketua partai Masyumi.

Tujuan pendekatan ini yaitu DI/ TII kembali ke pangkuan RI. Namun sayangnya, usaha tersebut tidak memperoleh hasil. Akibatnya, TNI terpaksa menggelar Operasi Pagar Betis dengan mengikutsertakan kekuatan rakyat.

Melalui gerakan operasi Pagar Betis tersebut, ruang gerak dan wilayah kekuasaan DI/ TII menjadi semakin sempit. Sehingga, dari hari ke hari banyak anggota dari DI/ TII yang menyerahkan diri pada pemerintah.

Kemudian, pada tanggal 4 Juni 1962, kesatuan Divisi Siliwangi dapat menangkat Kartosuwiryo dan keluarga dan pengawalnya di atas Gunung Geber daerah Majalaya. Sampai akhirnya, Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Angkatan Darat Jawa – Madura.

sumber:
Kurnia, A. 2007. IPS 3B SMP/ MTs Kelas IX. Jakarta: Yudhistira.