Pemberontakan DI/TII di Aceh

Sebelumnya telah dijelaskan tentang gerakan APRA. Gerakan yang bertujuan untuk mempertahankan bentuk federal ini merupakan singkatan dari Angkatan Perang Ratu Adil. Gerakan APRA dipimpin oleh Westerling.

Gerakan APRA tersebut juga berusaha untuk melakukan penculikan pada para menteri. Namun, usaha tersebut berhasil digagalkan oleh TNI. Sedangkan, pemimpinnya yaitu Westerling berhasil melarikan diri ke Singapura.

Selanjutnya, dipembahasan ini akan memberikan pemaparan tentang pemberontakan lain yang juga terjadi di Indonesia, yaitu pemberontakan DI/ TII. Pemberontakan ini terjadi, salah satunya di wilayah Aceh.

Pemberontakan DI/ TII yang terjadi di Aceh ini dipimpin oleh Daud Beureuh. Daud Beureuh merupakan seorang ulama besar yang sangat berpengaruh di Aceh. Pada saat perang kemerdekaan, Daud Beureuh merupakan Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo. Selain itu, juga sebagai bekas gubernur Aceh yang pertama.

Awal mula pemberontakan yang terjadi di Aceh karena ketidakpuasan dari rakyat terhadap kebijakan pemerintah. Hal tersebut disebabkan diubahnya Daerah Istimewa Aceh menjadi salah satu karisidenan di bawah Sumatra Utara.

Mereka memberontak karena ketidakpuasannya dalam hal otonomi daerah, pertentangan antargolongan, dan ketidaklancaran rehabilitasi dan modernisasi di Aceh. Pemberontahan yang terjadi tersebut ditandai dengan diproklamasikannya Aceh sebagai bagian dari wilayah Negara Islam Indonesia Kartosuwirjo pada tanggal 20 September 1953.

Guna mengatasi polemik tersebut, pemerintah melakukan pendekatan secara damai. Pendekatan tersebut dengan cara memberikan pengertian pada rakyat Aceh dan membujuk rakyat Aceh untuk kembali ke RI.

Kemudian, pada tanggal 26 Mei 1959, masalah yang terjadi di Aceh diselesaikan dengan cara musyawarah. Musyawarah tersebut antara pemerintah pusat yang diwakili oleh Wakil Perdana Menteri yang bernama Hardi S.H.

Selain itu, juga penguasa perang dan pemerintah rakyat Aceh yang diwakili oleh Kepala Staf Kodam Iskandar Muda, yang bernama T. Hamzah dan Gubernur Ali Hasjmy dan pemimpin DI/ TII yang diwakili oleh Ayah Gani Usman.

Keputusan yang diambil dalam musyawarah tersebut yaitu memulihkan kembali keamanan di Aceh dengan memberikan status daerah istimewa bagi Aceh dengan hak – hak otonomi yang luas dalam bidang agama, pendidikan, dan peradatan.

Hasil keputusan dalam musyawarah tersebut dituangkan dalam Keputusan Perdana Menteri RI No.1/ Misi/ 1959 tanggal 26 Mei 1959. Kemudian, dilanjutkan dengan keputusan penguasa perang tanggal 7 April 1962, No.KPTS/ PEPERDA-061/ 3/ 1962 tentang pelaksanaan ajaran Islam bagi pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh.

Guna menyelesaikan masalah dengan Daud Beureuh, maka diadakan musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada tanggal 17 – 21 Desember 1962. Musyawarah tersebut diadakan berkat gagasan dari Pangdam I/ Iskandar Muda Kolonel M. Jasin.

Hasil dari keputusan musyawarah tersebut yaitu diberikannya amnesti kepada Daud Beureuh, apabila dia bersedia untuk menyerahkan diri dan kembali pada masyarakat Aceh.

Demikian sejarah dari pemberontakan DI/ TII yang terjadi di wilayah Aceh.

sumber:
Supriatna, N., dkk. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi). Jakarta: Grafindo.